Hari Anak Internasional: Apa itu BPTS?
By: Mutia Annisa
Penulis ingin sharing salah satu paper yang pernah diikutsertakan dalam kegiatan PKM GT dan ajang Mahasiswa Berprestasi FIK UI tahun 2017. Sehubungan dengan peringatan Hari Anak Internasional kemarin (1 Juni 2018), penulis akan concern terhadap aspek mental anak Indonesia 👫 Check it Out!
(Sumber: iaspaper.net)
Masalah kesehatan mental seperti depresi, ansietas, dan
gangguan tingkah laku sangat berisiko terjadi pada anak-anak, khususnya di
wilayah dengan stressor (tekanan) yang
tinggi. American Psychological
Association juga menegaskan bahwa anak-anak memiliki interaksi yang
kompleks dengan kesehatan fisik hingga kemampuannya di sekolah, tempat kerja,
dan masyarakat [1]. Stressor pada anak
sering kali muncul dari sumber eksternal, seperti perpisahan dengan orang tua,
tekanan akademik, dan tuntutan beradaptasi dengan lingkungan [3]. Kesehatan mental
merupakan kesuksesan individu dalam beradaptasi terhadap stressor yang ditandai dengan keadaan sejahtera, seperti
kebahagiaan, kesenangan, kepuasan, prestasi, dan pengharapan. Sebaliknya,
gangguan mental merupakan maladaptif terhadap stressor atau distress
berkepanjangan yang mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku individu
secara fisik dan psikologis. Indonesia
sendiri memiliki prevalensi gangguan mental emosional sebesar 6% dari total kasus
kejiwaan [2]. Jawa Barat sebagai salah satu provinsi dengan kasus tertinggi terus
menunjukkan peningkatan jumlah kunjungan pasien rawat jalan hingga sekarang.
Hal ini dikhawatirkan semakin meningkat dan sangat berpotensi memengaruhi tumbuh
kembang anak.
Pemerintah telah
berupaya untuk mempertahankan kesehatan mental anak melalui pelayanan promotif
dan preventif. Biasanya, anak usia 3-12 tahun merupakan tahapan yang tepat dan
efektif untuk menanamkan nilai kehidupan dan pembangunan karakter oleh
keluarga, sekolah, dan perawat. Hal ini bertujuan agar anak memiliki kematangan
mental secara kontinyu dan dapat beradaptasi terhadap stressor disekitarnya. Sebagai perawat, berbagai jenis terapi pada
anak terus dikembangkan untuk mencapai visi pemerintah, yaitu kesejahteraan
mental Indonesia tahun 2030. Perawat sering
menggunakan pendekatan bermain terapeutik (therapeutic
play) kepada anak-anak. Karena bermain merupakan komunikasi yang paling
umum dan mudah dipahaminya. Teknik ini dapat menstimulus kognitif dan psikologi
anak secara bertahap untuk mengeksplorasi, merumuskan tindakan, atau
penyelesaian masalah yang dihadapinya. Sehingga, anak dibiasakan terpapar
masalah-masalah tersebut dan mampu menentukan langkah selanjutnya. Salah satu
alternatif terapi keperawatan yang dapat meningkatkan kualitas kesehatan mental
anak yaitu BPTS (Biblio-Play
Therapy Series).
(Sumber: Dok. Pribadi, 2017)
(Sumber: Dok. Pribadi, 2017)
Biblio-Play
Therapy Series (BPTS) merupakan gabungan dari bibliotherapy dan play therapy
yang dapat efektif dilakukan bersama anak-anak untuk mengasah mentalnya.
Bibliotherapy menggunakan buku sebagai medianya, sedangkan play therapy
menggunakan berbagai jenis alat bermain. Dengan mengombinasikan kedua terapi
tersebut, anak menjadi lebih ekspresif, dapat mengeksplorasi kejadian dalam
kehidupannya, meningkatkan wawasan dan interaksi sosialnya, serta kemampuan
pemecahan masalah. BPTS digunakan sebagai solusi yang dipaketkan secara
kontinyu, maksudnya anak diajak untuk eksplorasi dan ditekankan nilai-nilai
tertentu menggunakan media buku hingga dipraktekkan dengan cara bermain
bersama. Buku bergambar termasuk objek yang disenangi oleh anak karena tahap perkembangan
kognitifnya anak meningkatkan rasa ingin tahu. Sehingga, perawat dapat
memberdayakan keluarga, guru sekolah, bahkan kader masyarakat untuk
membudidayakan kegiatan membaca dan bermain yang tepat sebagai upaya penanaman
karakter dan peningkatan status kesehatan mental anak. Perawat dapat menekankan
bahwa anak akan mampu mengungkapkan rasa marah, sedih, cemas, dan takut selama
kegiatan terapi tersebut. Selain itu, perawat dapat menjelaskan bahwa anak
menghabiskan sebagian besar waktunya bersama keluarga atau guru sekolah.
Sehingga, peran keluarga dan sekolah sangat penting dalam memantau dan
membimbing anak hingga tercapainya target terapi, “self-awareness”. Dengan
demikian, anak semakin terbiasa menghadapi masalah serupa dengan kondisi mental
yang cukup stabil.
(Sumber: Dok. Pribadi, 2017)
(Sumber: Dok. Pribadi, 2017)
(Sumber: Dok. Pribadi, 2017)
Terima kasih sudah menyempatkan waktunya 'tuk membaca program Biblio-Play Therapy Series dari blog saya. For more information (requesting this file), contact me 💁 mutia.journals@gmail.com
Have a nice Saturday!!!
Referensi:
[1]American
Psychological Association. (2017). Apa.org:
Children’s mental health. Accessed on March 23th, 2017, from
http://www.apa.org...aspx
[2]Riskesdas. (2013).
Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
[3]The Nemours
Foundation. (2017). Kidshealth.org:
Childhood stress. Accessed on March 23th, 2017, from
http://kidshealth.org/en/parents/stress.html
Comments
Post a Comment